COVID-19 dan Perubahan Sosial
COVID-19 dan Perubahan Sosial
Oleh: Mohammad Aburizal Mantovani
Indonesia tercatat sebanyak 16.006
jiwa yang positif terkena wabah corona atau COVID-19 (14/05/20), jumlah ini
terbesar di Asia Tenggara. Fasilitas Kesehatan di Indonesia belum memadai, beberapa
alat kesehatan merupakan impor dari Korea Selatan, padahal alat kesehatan
merupakan fondasi utama dalam melakukan pencegahan virus tersebut. Kebijakan
yang dilakukan oleh Pemerintah yaitu penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskalas Besar) sebagai upaya
Pemerintah menangkal wabah penyakit tersebut, kebijakan ini efektif dalam
memerangi penyakit yang masif meluas akhir-akhir ini. Intruksi tersebut
bersifat desentralisasi dimana kebijakan PSBB diterapkan tergantung situasi dan
kondisi di daerah masing-masing namun regulasinya harus mengikuti Pemerintah
Pusat.
Penerapan PSBB di Indonesia
diterapkan di beberapa provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta,
Sumatera Barat, dan Banten. Penerapan PSBB tertuang dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan COVID-19,
yang disetujui Presiden Joko Widodo. Mekanisme dalam PSBB seperti menjaga jarak
1 meter dengan orang lain, bekerja dari rumah (Work From Home), ditutupnya mall,
bioskop, kantor, sekolah dan tempat keramaian lainnya. Namun ada beberapa
pengecualian seperti pasar dimana untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan
juga bank tetap dibuka, tetapi dengan
cara preventif dimana setiap orang menggunakan masker dan juga jaga jarak
(physical distancing). Namun kebijakan PSBB ini tidak mampu menekan angka
korban positif COVID-19, apa yang terjadi? Padahal di beberapa negara seperti
Vietnam yang notabene memiliki kemampuan
ekonomi yang sama dengan Indonesia telah berhasil melawan virus ini dengan 0
kematian, sedangkan di Indonesia hingga saat ini angka kematian lebih 1000
jiwa, tentu hal ini menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi Indonesia, bukan tanpa
sebab karena aktivitas ekonomi, sosial, dan lainnya terhambat selama lebih dari
2 bulan ini dan belum menunjukkan tanda-tanda turunnya kurva atau menyusutnya
kasus positif yang terkena COVID-19 .
Perubahan Sosial
Gillin
& Gillin mendefinisikan perubahan sosial sebagai variasi dari cara hidup
yang diterima baik timbul karena faktor geografis, kebudayaan material,
komposisi penduduk, ideologi ataupun adanya penemuan baru di masyarakat. Secara
sederhana perubahan sosial terjadi akibat adanya perkembangan yang terjadi di
masyarakat yang berpotensi mengubah tatanan hidup melalui aspek-aspek tertentu.
Jelas hal ini bisa terjadi karena masyarakat adalah sebuah individu yang
inovatif dengan segala penemuannya, juga yang memungkinkan merancang perubahan
sehingga tatanan yang dulunya biasa terjadi seakan berubah dikarenakan ada
faktor yang mengubahnya.
Berdasarkan penjelasan diatas, wabah
COVID-19 telah mengubah konstruksi berpikir yang ada di masyarakat. Akibatnya,
tatanan kehidupan masyarakat terganggu dan cenderung berubah dengan cara
terpaksa. Virus ini menyerang dengan mudahnya sistem imunitas tubuh dengan
cara-cara yang sederhana. Seperti bersentuhan ataupun kegiatan mainstream
lainnya. COVID-19 mengubah masyarakat untuk berpikir mencegah dari pada
melakukan kegiatan yang seharusnya sebagai rutinitas mereka. Masyarakat secara
terpaksa harus berdiam dirumah dalam jangka waktu yang tidak ditentukan, hal
ini mengubah struktur yang ada di masyarakat. Seperti contoh lembaga pendidikan
yang seharusnya kegiatan belajar mengajar diadakan dalam tatap muka, namun sekarang
ini dipaksa untuk diliburkan dan melakukan kegiatan belajarnya dirumah, padahal
kemampuan anak disaat seperti ini sangatlah bergantung pada peran guru yang
mendidiknya. Contoh lainnya bagaimana perusahaan secara terpaksa harus mem-PHK
karyawannya akibat wabah yang berpengaruh terhadap perubahan sosial yang ada,
baik dari Perusahaan karena aktivitas ekonomi yang berhenti maupun karyawan
yang lambat laun menurun kemampuan daya belinya akibat regulasi yang dibuat
Pemerintah.
Perubahan sosial saat ini jika terus
terjadi akan mengalami sebuah masalah yang sangat besar. Seperti krisis sosial,
krisis ekonomi, dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan lainnya tak terpenuhi oleh
masyarakat, dikarenakan aktivitas yang umumnya dilakukan masyarakat di luar
dengan terpaksa masyarakat harus berdiam diri dirumah menjaga jarak (physical distancing). Seharusnya pagi
bekerja menuju kekantor sekarang harus berdiam diri dirumah, pola tidur buruk
dan juga terbatasnya aktivitas bersama kerabat mempengaruhi emosional yang ada
di masyarakat. Tentunya Pemerintah harus serius berperang melawan COVID-19 agar
aktivitas sosial masyarakat kembali normal.
Dalam situasi perubahan sosial yang
terjadi ini. Ulah manusia yang melakukan kemampuan namun tidak didasari
perhitungan berakibat sangat fatal, proses berkembangnya penyakit ini
sebenarnya telah terjadi sejak akhir tahun 2019 dan berdampak pada sistem
sosial yang ada di masyarakat, akibatnya virus tersebut diterima tanpa adanya
penanganan yang tepat oleh Pemerintah. Bahkan WHO belum menemukan vaksin untuk menghilangkan
virus ini. Perubahan sosial yang terjadi saat ini jika dibiarkan dalam jangka
waktu yang lama akan menjadi boomerang dan menjadi masalah nyata bagi
masyarakat. Dampaknya bukan hanya pada kesehatan, tetapi, ekonomi, dan politik.
Sorokin berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan suatu kecenderungan
tertentu dalam perubahan sosial tidak akan berhasil dengan baik, dan hal inilah
yang terjadi dalam kondisi saat ini bahwa perubahan sosial yang memaksa
individu melakukan kemunduran benar-benar sedang terjadi.
Komentar
Posting Komentar